Geologi dan Geomorfologi
Daerah Karangkobar termasuk dalam jajaran perbukitan Serayu Utara yang evolusi geologinya didominasi oleh proses pengangkatan pada plio-pleistocene dan aktivitas volkanik pada holocene. Aktifitas volkanik beberapa gunungapi di sekitar Karangkobar yang berupa proses pengendapan dari aktifitas volkanisme menyebabkan terbentuknya tanah tebal. Tanah dari endapan volkanik sangat baik untuk kegiatan pertanian sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkannya sebagai lahan pertanian meskipun berada pada lereng yang curam. Gambar 1 menunjukkan adanya penggunaan lahan pertanian di sebelah kiri longsor Karangkobar. Ketebalan tanah, kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan curah hujan yang ekstrim merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya pergerakan massa.
Mekanisme Longsor Karangkobar
Volume longsor Karangkobar diperkirakan mencapai 826.082 m3. Tipologi longsor Karangkobar dapat diklasifikasikan sebagai tipologi kompleks yaitu gabungan antara translational earth block side dan earth flow (Gambar 2). Klasifikasi ini berdasarkan pada tipe gerakan dan tipe material longsor.
Tipologi longsor diamati melalui foto lapangan dan video amatir kejadian longsor yang banyak beredar di internet. Deformasi blok tanah diawali oleh displacement pada lahan yang digunakan sebagai sawah (Gambar 3). Lahan tersebut mungkin merupakan material hasil rombakan longsor terdahulu dan dapat menampung air pada saat hujan. Hujan yang cukup lama mengakibatkan beban tanah semakin bertambah. Pembebanan ini mengakibatkan pergerakan translasi yang juga dikontrol secara struktural oleh kondisi tanah yang lemah disebabkan oleh shear strength yang bervariasi antar lapisan tanah yang terdeposit pada lereng. Penelitian lanjutan disertai uji laboratorium diharapkan dapat mengkonfirmasi hal ini dengan lebih akurat.
Deformasi translasional ini berlanjut mengakibatkan peningkatan kecepatan dan lengas tanah yang kemudian bagian bawah/kaki (toe) dari translasional slide berubah menjadi tipe gerakan aliran (flow). Material aliran ini sangat cepat dan mempunyai energi yang besar sehingga material dapat terendapkan baik di aliran sungai maupun jalan yang ada di seberang sungai (Gambar 4).
Setelah terjadi translational earth block slide, earth flow kembali terjadi pada mahkota longsor. Earth flow mengalir pada daerah dengan morfologi cekung (Gambar 5) yang ada pada earth block slide yang telah mengalami deformasi. Hal ini menyebabkan seolah-olah ada dua lobes pada longsor Karangkobar (Gambar 2). Pergerakan runoff pada tanah yang tebal diikuti dengan hujan lebat dapat menginisiasi terjadiya earthflow. Bangunan air di lereng atas juga mungkin dapat menginisiasi terjadinya earthflow. Static liquefaction kemungkinan juga bisa terjadi akibat kadar air yang terlalu tinggi sehingga menghilangkan kekuatan (strength) dan stiffness tanah yang kemudian menginisiasi terjadiny earth flow.
Di bagian barat, earth flow dapat berkembang dengan baik membentuk sebuah open channel karena eksisting channel akibat erosi pada masa lalu (Gambar 5). Runoff, yang berubah menjadi erosi alur bertemu dengan existing channel sehingga semakin berkembang menjadi gully, membawa material tanah bercampur air dengan volume dan kecepatan yang juga semakin bertambah. Material ini mengerosi baik vertikal maupun horisontal secara intensif sehingga membentuk bentukan open valley yang cukup panjang dan lebar (Gambar 6).
Di sisi timur, open valley tidak terbentuk karena tidak adanya eksisting channel dan memiliki morfologi yang tidak terlalu cekung (lihat kontur Gambar 5). Runoff tidak mampu membentuk gully sehingga earthflow hanya mampu melewati lereng tanpa membentuk suatu open valley. Material earthflow tidak melewati bagian tengah disebabkan morfologi yang relatif cembung (Gambar 5) sehingga seolah-olah bagian tengah tidak terkena dampak pergerakan massa.
Dalam short short temporary report ini diindikasikan bahwa longsor Karangkobar terjadi akibat adanya beberapa faktor yang bekerja. Tanah yang tebal dan lereng berkontribusi terhadap gerak gravitasional sebuah massa. Hujan dengan intensitas tinggi dapat memicu terjadinya earthflow. Penggunaan lahan berupa sawah yang notabene justru `menjebak` air berkontribusi terhadap pembebanan massa tanah dan peningkatan lengas tanah. Keempat elemen tersebut merupakan kontributor terjadinya proses longsor yang merupakan fenomena alam atau sering disebut sebagai bahaya. Bahaya akan menjadi bencana jika terdapat elemen berisiko yang berpotensi terpapar bahaya. Sehingga daerah yang memiliki karakteristik fisik seperti tersebut di atas disarankan untuk tetap waspada di saat musim penghujan.
nb: Laporan ini merupakan kajian awal yang masih tentatif, investigasi lanjutan dan kerja lapangan untuk mengkonfirmasi kajian awal akan dilakukan setelah masa tanggap darurat selesai.