Sebagai tindak lanjut advokasi pendekatan aksi merespons peringatan dini (AMPD) dalam memperkuat upaya pengurangan risiko dan penanganan darurat bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan Kelompok Kerja Aksi Merespons Peringatan Dini menggelar “Dialog Nasional Ke-2: Aksi Merespons Peringatan Dini (AMPD)” pada 7-9 Januari 2025 di Hotel Mercure Bandung.
Perkembangan advokasi aksi antisipasi di Indonesia menunjukkan kemajuan yang signifikan. Serangkaian kegiatan sebagai tindak lanjut Dialog Nasional ke-1 pada September 2024 telah memastikan bahwa pendekatan aksi antisipasi telah terintegrasi dalam kerangka regulasi Indonesia. Landasan hukum AMPD terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, khususnya Pasal 45 dan 46 yang menekankan pentingnya peringatan dini untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat guna mengurangi risiko dan mempersiapkan tanggap darurat. Undang-undang ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, serta 37 peraturan pemerintah lain yang relevan dengan aksi antisipasi.
Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2024 tentang Sistem Peringatan Dini secara eksplisit menyebutkan “Aksi Merespons Peringatan Dini (AMPD)” sebagai terminologi yang sepadan dengan pendekatan aksi antisipasi. Pada 9 Oktober, BNPB secara resmi menyetujui penggunaan terminologi AMPD sebagai landasan pendanaan aksi antisipasi di Indonesia. Implementasi AMPD telah terlihat pada 2022-2023, ketika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan informasi tepat waktu kepada pengambil kebijakan mengenai prediksi El Nino yang dimulai pada April, mencapai puncak pada November 2023, dan melemah pada Maret-Mei 2024, berlanjut hingga level netral. Sebagai respons, antara November 2023 dan 2024, pemerintah meluncurkan program bantuan tunai bagi sekitar 18,8 juta rumah tangga yang terdampak kekeringan dan rawan pangan. Bantuan sebesar Rp400.000 (sekitar US$25) per bulan per rumah tangga disalurkan melalui Kementerian Sosial. Selain itu, Kementerian Pertanian, melalui dana kontinjensi pemerintah, menyediakan asuransi petani sebagai langkah antisipasi dan perlindungan terhadap dampak perubahan iklim.
Dalam pertemuan yang dihadiri lebih dari 80 lembaga (pemerintah dan non-pemerintah) tersebut, Peneliti PSBA diwakili Galih Aries Swastanto, M.Sc. memaparkan pengalaman implementasi SIPENDIL di Kab. Nagekeo Nusa Tenggara Barat. Di tengah ketidakpastian iklim akibat dinamika atmosfer, SIPENDIL menjadi perangkat penting untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan sistem peringatan dini guna mengurangi risiko bencana. SIPENDIL bekerja dengan memantau curah hujan di suatu wilayah secara real-time 24 jam dan mengukur intensitas curah hujan sebagai indikator kejenuhan tanah yang berkorelasi dengan potensi longsor. Penentuan ambang batas curah hujan didasarkan pada data penelitian dan data historis curah hujan yang menyebabkan longsor. Ketika ambang batas terlampaui, SIPENDIL akan mengirimkan peringatan kepada pemantau untuk menentukan tindakan respons yang diperlukan. Pemanfaatan SIPENDIL tidak terbatas pada alat peringatan dini. Data curah hujan juga merupakan faktor penting yang memengaruhi pertumbuhan tanaman dan hasil panen. Data jangka panjang SIPENDIL dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi pola cuaca lokal dan meningkatkan produktivitas pertanian. Data real-time yang dikumpulkan juga berpotensi dimanfaatkan untuk mengembangkan pertanian presisi (precision agriculture) yang membutuhkan data akurat tentang tanah, cuaca, tanaman, dan lahan untuk menentukan pola tanam yang tepat.
Melalui dialog nasional ini, PSBA UGM tidak hanya memperkenalkan kembali SIPENDIL sebagai contoh nyata pendekatan aksi merespons peringatan dini yang sukses, tetapi juga mengajak kolaborasi lintas sektor untuk mereplikasi model ini di wilayah lain. Dengan cara ini, PSBA UGM terus berkontribusi dalam memperkuat implementasi pendekatan AMPD di Indonesia, mendukung ketahanan masyarakat terhadap ancaman bencana, sekaligus meningkatkan manfaat bagi keberlanjutan sektor lainnya.
Penulis: Galih Aries Swastanto
Editor: Taufik Budi Waskita