Delegasi Peneliti PSBA UGM turut hadir dalam kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2024 (Rakornas PB) yang diselenggarakan di Bandung, Jawa Barat tanggal 23-24 April. Kegiatan ini dihadiri peserta dari unsur pentaheliks, di antaranya perwakilan kementerian dan lembaga, DPR-RI, Duta Besar negara sahabat, Kepala Daerah, BPBD Provinsi, unsur pimpinan TNI, Polri, BPBD kabupaten atau kota, akademisi, praktisi, perwakilan dunia usaha, media, dan organisasi masyarakat. Acara Rakornas PB kali ini mengangkat tema “Pengembangan Teknologi dan Inovasi dalam Penanggulangan Bencana”. Peningkatan potensi ancaman bencana akibat anomali perubahan iklim yang akan semakin kompleks memerlukan inovasi, digitalisasi dan pengembangan teknologi berkelanjutan. Pengembangan teknologi & inovasi dalam penanggulangan bencana tidak terbatas pada pengembangan alat, aplikasi, sistem dan sejenisnya. Namun, juga perlu diikuti dengan beberapa hal, seperti inovasi birokrasi dalam penanggulangan bencana, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap risiko, serta diseminasinya. Dengan demikian, masyarakat diharapkan mampu merespon dengan tepat terhadap setiap kejadian bencana yang terjadi.
Puncak Acara Rakornas PB 2024 dibuka secara langsung oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Pullman Grand Central Bandung, Rabu (24/4). Pada kesempatan tersebut, Wapres Ma’ruf Amin fokus pada kejadian bencana hidrometeorologi basah pada tahun 2023 yang mendominasi tren bencana serta masih banyaknya daerah yang memiliki indeks risiko bencana tinggi. Untuk itu, guna mengurangi dampak dan risiko bencana yang semakin kompleks, Dalam sambutannya Wapres Ma’ruf Amin memberikan lima arahan kepada para peserta Rakornas PB 2024. Pertama, Wapres meminta untuk dikembangkannya industrialisasi penanggulangan kebencanaan melalui penerapan teknologi dan inovasi. Penerapan tersebut perlu manfaatkan perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan untuk memantau potensi bencana, mengembangkan sistem peringatan dini, meningkatkan kapasitas mitigasi bencana, serta mengurangi risiko bencana. Kedua, perlu pemetaan risiko bencana secara tepat dan akurat agar dapat diintegrasikan dalam perencanaan dan implementasi terkait penataan ruang, lingkungan hidup, dan sumber daya alam. Ketiga, terkait pentingnya penguatan pelayanan kebencanaan melalui penguatan kelembagaan BPBD baik dalam hal kewenangan, kompetensi sumber daya manusia, logistik, dan peralatan. Keempat, penerapan kebijakan dan upaya pemulihan pascabencana dengan kolaborasi dan pembagian peran secara proporsional antara pusat dan daerah. Terakhir, Wapres menekankan perlunya perencanaan pembiayaan kegiatan penanggulangan bencana secara integratif dan tidak tumpang tindih.
Acara seperti ini menjadi penting untuk terus dilakukan. Hal tersebut dikarenakan meskipun pemerintah telah menetapkan urusan bencana sebagai salah satu sub urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh pemerintah daerah, akan tetapi aspek mitigasi bukan dipandang sebagai urusan populer di masyarakat. Dengan demikian, kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana juga masih belum dipersiapkan matang. Harapannya, melalui kegiatan seperti ini akan terwujud pengarusutamaan penanggulangan bencana dalam pembangunan dan juga dalam kehidupan masyarakat.
Penulis: Galih Aries Swastanto
Editor: Ratih Winastuti