PSBA UGM turut mendukung Lembaga Pelatihan Pion Sejahtera Indonesia dalam menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kapasitas Petugas Krisis Kesehatan dalam rangka implementasi manajemen kegawatdaruratan dan krisis kesehatan akibat bencana. Bimtek untuk para petugas krisis kesehatan di Kabupaten Ponorogo diselenggarakan di Ledok Sambi Ecopark, Yogyakarta (21/6). Bimtek ini diselenggarakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas para petugas krisis kesehatan Puskesmas dan Dinas Kesehatan di Kabupaten Ponorogo terhadap kondisi kegawatdaruratan akibat bencana.
Turut hadir dalam agenda tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, Dyah Ayu Pusputaningarti, SKM, M.Kes Kadinkes menyampaikan mengenai kondisi geografis dan demografis di Kabupaten Ponorogo yang berpotensi menimbulkan bencana. Kegiatan ini selain meningkatkan kapasitas para petugas juga dapat meningkatkan kerjasama antar subklaster di wilayah masing–masing.
PSBA UGM sebagai narasumber dalam pelatihan tersebut, Dr. Barandi Sapta Widartono, S.Si., M.Sc menjelaskan mengenai manajemen krisis kesehatan akibat bencana. Krisis kesehatan diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan/atau berpotensi bencana. Dr. Barandi menyoroti pentingnya pemahaman kita mengenai krisis bencana dan konsep kebencanaan, serta pentingnya dokumentasi dalam pengalaman menghadapi kondisi kegawatdaruratan. Terdapat enam elemen penting dalam manajemen krisis kesehatan, yaitu 1) perencanaan dan persiapan: penilaian risiko; rencana tanggap darurat, 2) deteksi dan pemantauan: sistem pemantauan; pelaporan cepat, 3) respon dan mitigasi: koordinasi lintas sektor; pelayanan kesehatan darurat; komunikasi public, 4) pemulihan dan rehabilitasi: pemulihan layanan kesehatan; dukungan psikososial; evaluasi dan pembelajaran, 5) pelatihan dan edukasi: pelatihan tenaga kesehatan; edukasi masyarakat, 6) pengelolaan sumber daya: logistik dan distribusi; pendanaan dan anggaran.
Deteksi dan pemantauan juga sangat penting untuk mengurangi risiko bencana, seperti adanya sistem pemantauan yang tepat dan cepat, serta sistem pelaporan cepat. Sistem informasi geografis mempermudah penyusunan peta geomedik yang dapat memberikan informasi wilayah berisiko. Seperti pemetaan wilayah reseptif atau daerah yang cepat terjadi penularan malaria. Adapun peta tersebut juga dikembangkan dalam bentuk dashboard SGDSS Malaria yang dimanfaatkan secara luas oleh petugas medis dan masyarakat. Keterbukaan Informasi dan integrasi data saat ini juga lebih mudah melalui WebGIS dan Geoportal. Sumber data spasial yang tersedia kini makin luas dan beragam, sehingga pemanfaatan data spasial untuk mendukung kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana semakin penting dilakukan. Meskipun demikian, terdapat tantangan dalam sistem informasi geospasial, di antaranya ketersediaan data, keterbukaan data, manajerial data, dan sinergi, akurasi dan presisi, skala ketelitian yang beragam untuk berbagai kepentingan, pemodelan spasial yang terus berkembang untuk kepentingan, deskripsi, analisis hingga prediksi, serta pengembangan kepentingan pengguna yang makin luas, dan interaksi dengan user.
Pada kondisi darurat, permasalahan masal seperti adanya korban jiwa, korban luka, rusaknya fasilitas umum, fasilitas kesehatan, terganggunya saluran komunikasi dan infrastruktur lain-lain yang akan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, sehingga melalui pelatihan peningkatan kapasitas petugas krisis kesehatan, diharapkan petugas dan seluruh pihak dapat semakin siap dalam pengurangan risiko bencana.
Penulis: Ratih