
Kabupaten Sleman sebagai salah satu wilayah strategis di Daerah Istimewa Yogyakarta, berada pada zona multi-bahaya yang rentan terhadap berbagai bencana alam, mulai dari erupsi Gunung Merapi, aktivitas seismik berupa gempa bumi, hingga hidrometeorologis seperti banjir. Tingginya frekuensi dan kompleksitas ancaman ini menuntut adanya sistem penanggulangan bencana yang tidak hanya responsif, tetapi juga berbasis perencanaan yang komprehensif. PSBA UGM berkesempatan menjadi narasumber dalam Workshop Kajian Kebutuhan Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana yang diselenggarakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman. Kegiatan ini berlangsung di RM Puri Mataram dan merupakan bagian dari proses penyusunan dokumen kajian kebutuhan logistik dan peralatan penanggulangan bencana untuk tahun anggaran 2025 pada Kamis (24/7).
Kabupaten Sleman memiliki potensi bencana yang cukup beragam, antara lain erupsi Gunung Merapi, banjir lahar hujan, angin kencang, gempa bumi, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran. Untuk itu, perencanaan kebutuhan logistik dan peralatan penanggulangan bencana disusun secara terencana, terkoordinasi, dan terintegrasi guna menunjang kesiapsiagaan daerah.
Kegiatan ini diikuti oleh 86 peserta dari berbagai unsur, termasuk tokoh masyarakat, pamong kalurahan, Babinsa, Bhabinkamtibmas, komunitas relawan, serta perwakilan organisasi perangkat daerah. Narasumber berasal dari BPBD Sleman, BPBD DIY, dan PSBA UGM.
PSBA UGM diwakili oleh Dian Herawati, S.T., SST., MPH, dosen Sekolah Vokasi UGM, yang menyampaikan paparan mengenai “Peningkatan Partisipasi Komunitas dalam Pemenuhan Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana Sesuai dengan Kearifan Lokal.” Dalam materinya, disampaikan beberapa poin yang berkaitan dengan pemetaan peran komunitas lokal dan potensi sumber daya masyarakat dalam penyediaan logistik.
SBA UGM turut memberikan masukan substantif dalam penyusunan Dokumen Kajian Standar Minimal Logistik dan Peralatan Bencana 2025. Beberapa hal yang menjadi perhatian antara lain adalah pentingnya penerapan standar keselamatan dalam penyediaan peralatan logistik, seperti alat pelindung diri (APD) bagi petugas dan relawan, meliputi helm, masker, kacamata pelindung, sarung tangan, sepatu keselamatan, rompi, dan baju tahan api. Selain itu, PSBA UGM juga menekankan kebutuhan alat bantu mobilitas bagi penyintas bencana, seperti kursi roda, brankar, tongkat jalan, dan kruk, yang dirancang untuk didistribusikan secara kolektif di sejumlah wilayah strategis. Usulan kerja sama formal melalui perjanjian kerja sama (PKS) atau nota kesepahaman (MoU) dengan penyedia alat berat juga diajukan, guna memperkuat kapasitas evakuasi dalam kondisi darurat. Di sisi lain, aspek pemulihan pascabencana juga menjadi sorotan, khususnya terkait penyediaan peralatan pembersih debu dan limbah. PSBA UGM juga merekomendasikan adanya inventarisasi kendaraan milik masyarakat atau industri, seperti truk dan pickup, yang dapat dimobilisasi sebagai dukungan logistik tambahan. Untuk memenuhi kebutuhan logistik yang belum tercakup oleh BPBD, keterlibatan masyarakat dan sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) diusulkan sebagai alternatif pendanaan, dengan fokus pada pengadaan paket keluarga, matras, selimut, perlengkapan balita dan sekolah, serta paket kebersihan. Kegiatan workshop ini diawali dengan sesi pemaparan materi secara panel, dilanjutkan dengan diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion), dan ditutup dengan penyusunan rumusan hasil yang akan menjadi dasar dalam perencanaan logistik penanggulangan bencana di Kabupaten Sleman.
Melalui partisipasi ini, PSBA UGM berkontribusi dalam penguatan sistem penanggulangan bencana berbasis data dan kearifan lokal, serta mendukung pengembangan kebijakan yang berbasis kebutuhan riil masyarakat di wilayah rawan bencana.
Penulis: Dian Herawati
Editor: Ratih