Dalam rangka mendorong implementasi Strategi Ketahanan Kebencanaan dalam Pengembangan Wilayah untuk Mendukung Penurunan Persentase Potensi Kehilangan PDB Akibat Bencana dan Percepatan Pemulihan Ekonomi Pascabencana, maka Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang bermaksud mengadakan FGD Implementasi Pembangunan Infrastruktur dan Bangunan Gedung Tangguh Bencana untuk Mendukung Terwujudnya Resilience City. Kegiatan ini berlangsung pada hari Kamis, 11 Agustus 2022 pukul 09.00 WIB dan dilaksanakan melalui Video Conference menggunakan Aplikasi Zoom Meeting.
Kegiatan yang turut pula mengundang beberapa pejabat/pegawai dari berbagai instansi pemerintahan, pengelola kawasan strategis ekonomi, serta akademisi, asosiasi, dan konsultan ini memiliki beberapa agenda yang berisi pemaparan dan sesi diskusi terbuka. Adapun pemaparan-pemaparan dalam kegiatan ini diberikan oleh 4 (empat) narasumber yang terdiri dari elemen pejabat instansi pemerintahan serta akademisi dalam bidang konstruksi bangunan gedung.
Pemaparan pertama diberikan oleh Direktur Pemulihan dan Peningkatan Fisik, Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB, Bapak H. Ali Bernadus. Dalam pemaparannya, narasumber menjelaskan tentang dampak kejadian bencana dan pergeseran paradigma dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Pergeseran paradigma yang terjadi kemudian melahirkan semangat “Build Back Better, Safer and Sustainable”. Kaitannya dengan pembangunan infrastruktur tangguh bencana, narasumber memaparkan gagasan terkait pemanfaatan teknologi infrastruktur tangguh bencana dalam proses pemulihan pascabencana yang sesuai dengan karakteristik kebencanaan di suatu wilayah.
Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Bapak Hendro Kusumo sebagai narasumber kedua memaparkan dukungan standardisasi dan penilaian kesesuaian dalam upaya mewujudkan kota tangguh (resilience city). Dalam pemaparannya, narasumber mengungkapkan bahwa di Indonesia telah terjadi perkembangan standardisasi melalui SNI untuk mewujudkan perkotaan dan masyarakat yang berkelanjutan, yang di antaranya menyinggung terkait indikator-indikator ketangguhan kota (SNI ISO 37123:2019). Terdapat poin penting yang menjadi fokus pembicaraan pada sesi ini, di mana terdapat pernyataan bahwa kota yang tangguh ialah kota yang mampu bersiap untuk, pulih dari, dan beradaptasi dengan guncangan dan tekanan. Selanjutnya, untuk mendukung suatu kota agar tahan terhadap guncangan dan tekanan, dalam hal ini bencana, maka diperlukan standardisasi untuk bangunan tahan gempa. Standardisasi ini kemudian ditetapkan pada SNI 1726:2019 yang berisi persyaratan minimum yang harus dipenuhi bangunan gedung, struktur lain, dan komponen nonstrukturalnya yang memenuhi persyaratan peraturan bangunan.
Tinjauan khusus untuk bangunan gedung tangguh bencana gempabumi selanjutnya dipaparkan oleh Bapak Jimmy S. Juwana, seorang akademisi konstruksi bangunan gedung dan Dosen Purna Bhakti dari Universitas Trisakti. Berbeda dengan narasumber-narasumber sebelumnya yang berbicara pada tataran kebijakan dan regulasi, narasumber ketiga kali ini lebih banyak memaparkan hal-hal teknis mengenai strategi ruang aman bencana pada bangunan gedung yang mencakup tindakan terkait gempabumi, pemenuhan standar keandalan bangunan gedung termasuk di dalamnya membahas perencanaan bangunan tahan gempa dan perkembangan zona gempa di Indonesia, teknologi dan metode asesmen bangunan gedung, teknologi dan metode peningkatan keandalan bangunan gedung, serta strategi pembangunan ketangguhan bangunan gedung.
Narasumber terakhir, Bapak Indra Setiadi dari Kementerian Koordinator Perekonomian, memaparkan valuasi dan rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan kebencanaan. Narasumber mengungkapkan bahwasanya Indeks Kualitas Kebijakan (IKK) terkait ketahanan kebencanaan di Indoensia sudah terbilang cukup baik, baik dari segi agenda setting, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, maupun dari segi evaluasi kebijakannya. Kendati demikian, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemangku kebijakan dalam mendorong efektivitas, efisiensi, dampak, serta kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan kebencanaan. Pada akhir sesi, narasumber menambahkan bahwa kebijakan kebencanaan yang berkualitas sangat diperlukan agar kerugian materi tidak menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, perlu dilakukan penerapan Indeks Kualitas Kebijakan (IKK) untuk instrumen pengukur kualitas kebijakan ketahanan kebencanaan.
Kegiatan FGD ditutup dengan sesi diskusi yang diikuti oleh seluruh peserta dan narasumber. Sesi diskusi diisi dengan ulasan terkait pemaparan dari para narasumber dan dilanjutkan dengan tanya jawab seputar pembangunan infrastruktur dan gedung tangguh bencana.
Penulis : Taufik Waskita