Masyarakat di beberapa daerah rawan bencana gempabumi masih mengkhawatirkan isu terkait megathrust. Menyikapi hal tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman menggelar sosialisasi Pengelolaan Risiko Bencana Gempabumi di Rumah Makan Sego Kembul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman pada Senin (28/10). Acara ini dihadiri oleh seluruh stakeholder pemerintahan, dunia usaha, rumah sakit, dan pihak-pihak terkait dalam penanggulangan bencana. Kepala Pelaksana BPBD Sleman, Makwan, S.TP, MT, hadir dan membuka acara sosialisasi, menyampaikan pentingnya kesiapan dalam menghadapi bencana.
“Meskipun isu megathrust sangat viral, kita juga dihadapkan pada bencana lain, seperti kekeringan yang melanda beberapa wilayah di Kabupaten Sleman, serta ancaman cuaca ekstrem yang semakin meningkat di musim pancaroba,” ujarnya.
Narasumber dari Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman, Yogyakarta, Bambang Sunardi, S.Si., M.T. dari BMKG, menjelaskan tentang zona megathrust dan keberadaan seismic gap di sekitar Sleman. Berdasarkan analisis, wilayah Kabupaten Sleman relatif aman dari zona megathrust, namun ancaman gempabumi dari darat tidak boleh diabaikan, terutama mengingat adanya Sesar Opak yang aktif dan pernah menyebabkan gempa pada tahun 2006.
Sementara itu, narasumber dari PSBA UGM, Galih Aries Swastanto, M.Sc. menyoroti pentingnya peran multipihak dalam penanggulangan bencana. Galih menyampaikan bahwa banyak penelitian menunjukkan, saat terjadi bencana, orang yang paling mungkin untuk menolong adalah diri mereka sendiri. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas individu dan kelembagaan menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk meningkatkan kemampuan respons saat bencana terjadi, sehingga korban dan kerugian akibat bencana dapat diminimalkan.
Saat belum ada bencana seperti sekarang, banyak hal yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah masyarakat melakukan penilaian mandiri terhadap lingkungan tempat tinggal mereka, apakah aman dari potensi dampak kerusakan akibat gempabumi. Sementara itu, pemerintah perlu melakukan pendataan dan pembaruan peraturan yang mengikat, seperti memastikan apakah sekolah, rumah sakit, dan fasilitas publik lainnya sudah aman dari gempa. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa peraturan yang dimiliki pemerintah terkait standar bangunan tahan gempa sudah tersedia dan dapat dijadikan acuan serta pedoman bagi semua pihak.
“Semangat bahwa bencana sebagai urusan bersama harus diwujudkan, meskipun di lapangan masih sering terjadi lemahnya koordinasi,” katanya.
Dalam kejadian bencana, individu adalah yang paling mungkin menolong dirinya sendiri. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas individu dan kelembagaan menjadi sangat penting untuk mengurangi korban dan kerugian akibat bencana.
Dengan diadakannya kegiatan sosialisasi, diharapkan semua pihak menjadi lebih siap menghadapi bencana. Melalui kolaborasi dan komitmen bersama, PSBA UGM akan selalu berkontribusi dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat, demi menciptakan lingkungan yang lebih aman dan tangguh terhadap ancaman bencana.
Penulis: Galih
Editor : Ratih