PSBA UGM menghadiri kegiatan Ekspose Laporan Pendahuluan Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kota Pekanbaru Tahun 2026–2030 yang diselenggarakan oleh BPBD Kota Pekanbaru di Aula Lantai 6 Komplek Perkantoran Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah Bandar Raya, Kecamatan Tenayan Raya pada Kamis (16/10). Kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan lintas instansi, antara lain BPBD Provinsi Riau, BMKG Kota Pekanbaru, BAPPEDA Kota Pekanbaru, Basarnas Pekanbaru, Daops Manggala Agni Sumatera IV/Pekanbaru, Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru, Para Asisten Setda Kota Pekanbaru (Bidang Pemerintahan, Ekonomi, dan Administrasi Umum), Inspektorat, Satpol PP, Dinas-dinas teknis (Damkar, Kesehatan, LH, Sosial, PUPR, Perkim, DPMTSP, Disdukcapil, Kominfo, dan Perhubungan), BPKAD, dan Badan Pendapatan Daerah, Seluruh Camat dan Lurah se-Kota Pekanbaru.
Dalam kesempatan ini, Galih Aries Swastanto, M.Sc., peneliti dari PSBA UGM menyampaikan bahwa penanggulangan bencana merupakan proses sistemik yang tidak hanya dilakukan pada tahap respon, tetapi juga mencakup keseluruhan siklus dari persiapan hingga pemulihan. Menurutnya, RPB berperan seperti RPJMD dalam bidang kebencanaan, dan juga berfungsi sebagai dokumen advokasi kebijakan. Ia menekankan pentingnya kajian isu strategis dan identifikasi masalah pokok sebagai dasar dalam penyusunan RPB.
Irwansyah Nasution, ST, M.Si dari BMKG Pekanbaru menjelaskan bahwa wilayah Kota Pekanbaru memiliki keberadaan sesar minor atau patahan kecil, namun aktivitas seismik utama lebih banyak terjadi di wilayah Kuantan Singingi dan sekitarnya. Selain itu, bencana hidrometeorologi seperti banjir kerap terjadi pada bulan Januari, sementara potensi tanah longsor dapat muncul sebagai dampak lanjutan dari kondisi tanah yang jenuh air. BMKG juga mengingatkan potensi fenomena siklon tropis yang dapat memengaruhi cuaca ekstrem di wilayah ini.
Cuaca Ekstrem dan Penguatan IKD (BPBD Provinsi Riau) juga perlu diperhatikan. Mitra Adhimukti dari BPBD Provinsi Riau menyoroti pentingnya mitigasi terhadap cuaca ekstrem, khususnya angin kencang di wilayah Panam dan Kuantan. Ia menyebut bahwa cuaca ekstrem merupakan prioritas tinggi dalam RPB dan perlu strategi komprehensif yang mencakup keselamatan dan kesiapsiagaan masyarakat.
Terkait Indeks Ketahanan Daerah (IKD), Disarankan agar selama periode 2026–2030 disusun dua Renkon per tahun untuk enam jenis bencana utama. Selain itu, integrasi dengan sistem peringatan dini BMKG, seperti SMS blasting dan WhatsApp alert, juga direkomendasikan.
Nilai IKD Kota Pekanbaru pada tahun 2024 baru mencapai 0,4, dengan aspek kesiapsiagaan masih rendah (0,29) akibat belum tersedianya dokumen Rencana Kontinjensi (Renkon), paparnya.
Perwakilan dari Kementerian Kehutanan menyampaikan bahwa pemantauan keterpaparan asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dilakukan melalui citra satelit dan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
Pihaknya menekankan pentingnya pelibatan komunitas lokal dalam penyusunan Kajian Risiko Bencana (KRB) dan RPB, agar hasilnya merepresentasikan kondisi serta pengetahuan lokal. Keterlibatan ini dapat dilakukan melalui forum konsultasi publik, FGD tematik, dan validasi lapangan.
Perwakilan BASARNAS menegaskan pentingnya penguatan kapasitas kelembagaan dan masyarakat melalui kegiatan seperti Latihan Dasar (Latsar), program “Go to School”, serta pembinaan komunitas pesisir. BASARNAS juga menyoroti kebutuhan adanya portal data kebencanaan terpadu agar dapat mendukung efektivitas evakuasi dan tanggap darurat.
BAPPEDA Kota Pekanbaru menyampaikan bahwa banjir masih menjadi ancaman dominan di wilayah ini. Oleh karena itu, dokumen RPB diharapkan memprioritaskan penanganan banjir sesuai karakteristik risiko lokal. BAPPEDA juga menekankan pentingnya efisiensi anggaran dan kejelasan pembagian tanggung jawab antar-OPD dalam pelaksanaan program kebencanaan. Selain itu, pembangunan ke depan diharapkan mengarah pada infrastruktur yang ramah lingkungan dan ramah bencana.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP), Zarman Candra, menyampaikan perlunya pelatihan penanganan kebakaran bagi petugas daerah dan pedoman yang jelas untuk memasukkan kegiatan tersebut dalam dokumen RPB. Namun, BPBD Provinsi menegaskan bahwa kebakaran kota tidak termasuk jenis bencana prioritas dalam KRB Kota Pekanbaru, dan hal tersebut menjadi kewenangan Kemendagri.
Dalam sesi akhir, Galih menegaskan bahwa penyusunan KRB dan RPB harus mengikuti standar BNPB dan melibatkan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi lokal, guna menghasilkan dokumen yang komprehensif, partisipatif, dan berbasis ilmiah. Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan mampu memperkuat kapasitas daerah dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana secara berkelanjutan.
Penulis: Aulia Syifa
Editor: Ratih